Kata Pengantar: Sebuah renungan yang pernah diposting di Facebook, kembanli aku terbitkan untuk memberikan stimulasi agar kita kembali me-refresh pemikiran kita, bahwa hidup itu tak pernah mudah.. Apalagi dalam komunitas kita yang majemuk...
Dunia adalah bentuk kompleksitas yang paling rumit, karena masalah hidup bisa menunculkan keajaiban, kengerian, kesenangan, kerumitan, kemanusiaan, dan lain sebagainya, atau bahkan kebodohan manusia itu sendiri. Memang hidup dan kehidupan merupakan topik yang cukup berat untuk diartikan secara cameo. Namun hidup tetaplah
hidup, harus dijalani, ditaklukkan, diisi, dan disempurnakan untuk mencapai tingkat survival yang diharapkan. Dan konsekwensi hidup adalah resiko yang harus diterima untuk bisa bertahan.
hidup, harus dijalani, ditaklukkan, diisi, dan disempurnakan untuk mencapai tingkat survival yang diharapkan. Dan konsekwensi hidup adalah resiko yang harus diterima untuk bisa bertahan.
Ada perbedaan makna hidup jika dilihat dari sudut pandang yang bebeda. Ada perbedaan yang krusial sekali jika menjalani hidup di masa lalu, di masa sekarang, di barat atau di wilayah timur, di kota atau di desa, atau bahkan menurut esensi dan persepsi hidup itu sendiri. Namun orang-orang lebih banyak memandang hidup secara visual dan mengutamakan egoisme personal. Sungguh wajar sebenarnya memandang hidup secara egosentrik karena seorang individu adalah sentral dari hidupnya, tapi hasil pencitraannya pun akan subjektif. Orang akan lebih cendrung mengukur kualitas hidup itu berdasarkan barometer kemampuannya sendiri, tidak melalui formula umum yang memang diakui secara ilmiah. Dan disanalah pengaruh edukasi dan budaya terhadap ideologi hidup seseorang dapat berpengaruh secara aplikatif.
Aku mengalami perubahan pandangan yang signifikan terhadap makna hidup dalam proses pendewasaanku. Namun, tetaplah egosentrik jika aku mengungkapkan ini (tapi yang pasti, tentu pemaparangku telah didukung oleh infiltrasi beberapa pemahaman ilmu psikologi dari berbagai sumber yang ilmiah). Dibesarkan dalam keluarga
besar yang kompleks dengan masalah keluarga yang variatif, membuat aku menjadi orang yang cukup paham akan beragam esensi hidup. Dan bergaul di tengah masyarakat yang kulturnya meharuskan reganerasi pola hidup tertentu mebuat aku cukup gerah dengan pola pikir ortodok yang akhirnya menggerakkan aku untuk menjadi orang yang berbeda secara mental dan kultural (karena aku merasa terkurung dalam siklus pemikiran yang menurut aku sangat naif). Dasar itulah yang menjadikan adaptasi pemahaman dan budaya luar cukup besar merubah pandanganku terhadap hidup. Dan, akhirnya menjadikanku sedikit eksentrik diantara teman-teman kota asalku. Yah, berbeda secara logika dan lebih imaginatif.. Apakah ini sebuah kemajuan atau pelarian atau pemberontakan? Jawabannya tentu berbeda di diri setiap orang.
besar yang kompleks dengan masalah keluarga yang variatif, membuat aku menjadi orang yang cukup paham akan beragam esensi hidup. Dan bergaul di tengah masyarakat yang kulturnya meharuskan reganerasi pola hidup tertentu mebuat aku cukup gerah dengan pola pikir ortodok yang akhirnya menggerakkan aku untuk menjadi orang yang berbeda secara mental dan kultural (karena aku merasa terkurung dalam siklus pemikiran yang menurut aku sangat naif). Dasar itulah yang menjadikan adaptasi pemahaman dan budaya luar cukup besar merubah pandanganku terhadap hidup. Dan, akhirnya menjadikanku sedikit eksentrik diantara teman-teman kota asalku. Yah, berbeda secara logika dan lebih imaginatif.. Apakah ini sebuah kemajuan atau pelarian atau pemberontakan? Jawabannya tentu berbeda di diri setiap orang.
Ada banyak hal dari pola hidup yang membuatku tercekik.. Arrrgh. Salah satunya yang paling menarik adalah kebiasaan masyarakat yang suka menvampuri privasi orang lain. Mereka cendrung menjadi sarkastik, introvert, menghakimi, melecehkan, serta mengganggap enteng orang lain. Dan budaya ini sangat kental dalam keseharian masyarakat yang menyebabkan benyak hal dalam kehidupan dipandang dari sisi negatif. Orang-orang tetap mengharapkan orang lain ber-positive thingking, semantara secara praktisnya mereka adalah 'hakim' bagi kehidupan orang lain.. Whatta hippocratic society!
Banyak hal dalam mentalitas masyarakat kita yang merupakan kekayaan mental yang destruktif. Artinya bisa merusak fasilitas hidup, esensi budaya dan religi, jati diri, kemajuan, kebersamaan atau bahkan tujuan hidup itu sendiri. Tentunya itu bisa terjadi berdasarkan tingkat kesadaran manusianya terhadap hidup yang valuable. Dan banyak hal yang bisa dilakukan untuk membentuk hidup yang bermakna tanpa harus mengkondisikan diri sebagai 'hakim agung' yang semena-mena menfonis hidup orang lain. Bukankah itu bentuk lain 'korupsi yang dilegalkan
secara tak sadar'.. Dan bentuk pelanggaran HAM yang sangat implisit dan abstrak..
secara tak sadar'.. Dan bentuk pelanggaran HAM yang sangat implisit dan abstrak..
Selanjutnya mari merenung.. Adalah hal positif jika sikap introspeksi diri menjadi andalan dalam bersosialisasi, tapi justru menghakimi orang lainlah yang jadi kebanggaan. Adalah sikap belajar dari kesalahan orang lain itu baik untuk kemajuan diri, tapi menertawakan dan mengejek orang yang salah malah menjadi kesenangan. Dan membantu membuka pemikiran orang yang tidak tau adalah perilaku yang sangat konstuktif, tapi menjerumuskan dan 'making fun on them' menjadi sikap yang menggiurkan. Dan membiarkan orang mengadopsi hak azazi untuk mengurus urusan pribadinya adalah sesuatu yang benar, tapi mengikutcampuri urusan orang lain adalah kebanggaan.. Sungguh memalukan!
Jadi adilkah hidup ini?
Hidup tak pernah adil karena adil itu relatif, bukan sama banyak ataupun sama berat..
Hanya perlu diketahui bahwa kita tak pernah lebih baik dari orang lain dengan menganggap kita lebih hebat. Dan untuk sebuah renungan "Jangan pernah takut terhadap hidup yang singkat, tapi takutlah terhadap hidup yang tidak hidup (Tuck Everlasting)."
Hanya perlu diketahui bahwa kita tak pernah lebih baik dari orang lain dengan menganggap kita lebih hebat. Dan untuk sebuah renungan "Jangan pernah takut terhadap hidup yang singkat, tapi takutlah terhadap hidup yang tidak hidup (Tuck Everlasting)."
*Author's point of view.
SOCIALIZE IT →