Tap! Kaki lusuhnya menapak, berusaha tetap tegak menahan berat tubuhnya sementara keletihan membuat kaku setiap persendiannya. Ia sudah berlari tergopoh-gopoh di sepanjang koridor suram membingungkan yang tampaknya bisa menyesatkan seperti labirin tak berujung. Sebuah panggilan emergency!. Dan sekarang, ia mendapati dirinya termangu di lorong sepi. Kesunyian terasa begitu mencekam. Pembicaraan yang tadi intens di ruangan sebelah kembali menggema di relung pikirannya yang berkecamuk. Begitu banyak istilah yang harus ia cerna, bahasa medis yang tak pernah bisa ia pahami secara utuh, tapi faktanya lah yang membuatnya terpana. Membius kesadarannya dan membuat perhatiannya menguap bersama tatapan yang mengabur. Separuh jiwanya seakan direnggut paksa dari raganya, meninggalkan kekosongan yang kelam dan menakutkan. Bagaikan habis mengalami histeria maksimum, tubuhnya lunglai dan merinding memikirkan takdir yang akan menjelang. Ini tidak adil. Dan ketegangannya pun luruh, jatuh bersama air mata yang menetes perlahan. Pandangannya nanar menatap jalan, dan kekuatannya semakin melemah hingga ia harus bersandar pada dinding yang tak bergeming. Harapannya pupus. Tertunduk lesu, menyeret langkah ke ruangan ICU.
"Ya Allah, kuatkan aku.."
Ia berdiri terpaku di ambang pintu yang terasa sangat akrab di ingatannya. Memandangi tubuh mungil itu terbaring parah, lemah, tak bergairah. Peralatan medis tertata rapi di sebelah atas ranjang. Selang-selang kecil bersileweran menjalari beberapa bagian tubuhnya, membelit seperti akar pohon liar yang mengalirkan nutrisi untuk daun-daunnya yang mulai menguning. Tatapannya kosong penuh kebosanan, menatap ke arah dimana jendela mempersilahkan cahaya sore memasuki ruangan. Tampak ada kerinduan lugu dalam sinar matanya. Kerinduan seorang anak kecil yang ceria bermain riang tanpa beban. Kerinduan terhadap dunia kekanakan yang optimis dan spontan.
Lama ia termangu, menyaksikan si buah hati terbaring diam. Entah berapa kali ia sudah menyaksikan pemandangan memilukan ini. Tapi tetap saja membuat hatinya teriris dan membuat matanya berkaca-kaca. Sambil menghela dan mengusap air mata yang mengucur perlahan, ia menguatkan hati mendekat menghampiri. Menyusun kesedihan di sudut hati terdalan dan mengganti isak pelannya dengan keceriaan penuh kasih sayang.
"Halo sayang. Apa kabar nih jagoan Mama?"
"Ma.. Fikri ingin pulang..."
"Sabar ya sayang. Kamu harus kuat. Masa jagoan mama takut?!"
"Fikri ingin main ma teman-teman.."
"Iya sayang.. Sebentar lagi Fikri pasti bisa main. Makanya, kamu harus tetap semangat, oke sayang.."
"Iya Ma..."
Ia menatap wajah pucat dengan mata menguning di bagian yang seharusnya putih itu. Berusaha tampak ceria dengan memamerkan senyum terbaik yang pernah ia miliki. Senyum tulus penuh sayang, namun tampak sumbing ketika kenyataan mencabik-cabik imajinasinya. Dan memeluk tubuh mungil itu, mencurahkan segenap cinta dan sayang ke dalam dekapannya yang nyaman. Berusaha meresapkan semangat kepada anaknya yang semakin lemah. Kembali terngiang kata-kata medis yang tadi didengarnya.. Atresia Bilier kronis. Komplikasi hati dan pendarahan. Nyawanya sudah tak tertolong. Umurnya hanya tinggal hitungan hari. Dan air matanya pun kembali mengucur deras tersembunyi di balik bahu kurus si buah hati. Ia berusaha menahan sedu dengan semakin dalam membenamkan wajah hingga menyatu bersama dekapannya yang penuh rasa sayang.
"Mama menangis?"
"Oh tidak sayang.. Mama tak apa-apa. Mama sayang Fikri"
"Fikri juga sayang Mama. Fikri ingin pulang.. Fikri ingin tidur lamaaa sekali."
Dan air matanya semakin deras mengucur seiring pelukan yang semakin erat, sehingga takdir pun akan sulit memisahkan mereka. Namun, ia ikhlas jika ini memang jalan-Nya.
***
*Untuk anak-anak penderita penyakit langka Atresia Bilier (gagal fungsi hati). Semoga mereka semua mendapatkan 'HATI' dari kita semua. Ketabahan mereka adalah inspirasi.
"Sering media memaparkan narasi tentang kemiskinan di segenap pelosok negeri ini. Skandal kemanusiaan membayangi begitu banyak insan tak beruntung yang berjuang demi sejumput kemanusiaan. Potret nyata kehidupan yang tak bisa dipungkiri. Sangat mengenaskan, jauh melebihi ironi sinema yang direkayasa, atau tak senaif telenovela dimana yang sabar didera derita akan meraih bahagia. Nestapa dalam keseharian nyata jauh lebih menyentuh dan lebih miris ketika harapan habis terkikis. Sedih berbaur haru menyaksikan kisah-kisah sedih yang menyulut inspirasi. Tergelitik Meresapi keprihatinan yang memeluk erat hati berempati.
Perlahan.. Kehangatan meresapi rongga mataku, berlinang bening mengaburkan pandangan. Dan tanpa sadar, air mata empati jatuh, luruh, menetes membasahi pipi.."
SOCIALIZE IT →