Yang hadir meredupkan bintang dan memadatkan spektrum samar sang Bulan yang berbias menjadi pilar-pilar kokoh di sepanjang kaki langit yang gelap
Untuk keabsahan hari-hari yang seperti jemari waktu mencengkram terang mendekap kesadaran ku yang masai berselimut keletihan
Untuk keyakinanku yang memudar bersama cahaya senja dan terjaga sepanjang malam menjelang menjemput kesadaran yang terbentang gamang, yang membuatku lena atas janji yang telah terpatri dan ku ukir sendiri
Kembali dan lagi...
Aku terjatuh ke dalam jurang hati yang dulu ku gali sendiri, walau pun sudah ditandai elegi
Aku hanya termangu menggurat perih yang kini telah mengering dibasuh kepenatan yang menjadi mimpi di setiap malam gelap yang tak pernah ku abaikan
Menghantui..
Menjangkiti, seperti epidemi masiv yang terulang dan terulang dalam kurun waktu sejarah yang tengadah menadah peradaban
Dan terus berlanjut meniti kisi-kisi naluri seakan menjadi abadi di hari-hari yang semakin terpolarisasi.
Nyata lah, semua elegi memang tampak akan tampak abadi di dunia yang tak akan pernah abadi
Hancur lah hati, hancur lah harga diri
Aku hanya akan menikmati setiap resonansi yang terus menggema berbalik dari riak-riak waktu yang terdistorsi spekatrum rindu yang berbias sendu
Menjadi nyata kala sunyi bernyayi romantis di kesadaran hati yang melankolis
Masih ada cawan penuh sayang di permukaan hidup yang terus mengapung, terbawa arus terbawa angin
Sebuah kenyataan yang harus disyukuri nurani
Bukan salah bukan pula sebuah dosa..
Lukisan hidup ini hanya akan menjadi masterpiece
Hanya akan tetap indah dinikmati dengan hati yang termotivasi.
Untuk keabsahan hari-hari yang seperti jemari waktu mencengkram terang mendekap kesadaran ku yang masai berselimut keletihan
Untuk keyakinanku yang memudar bersama cahaya senja dan terjaga sepanjang malam menjelang menjemput kesadaran yang terbentang gamang, yang membuatku lena atas janji yang telah terpatri dan ku ukir sendiri
Kembali dan lagi...
Aku terjatuh ke dalam jurang hati yang dulu ku gali sendiri, walau pun sudah ditandai elegi
Aku hanya termangu menggurat perih yang kini telah mengering dibasuh kepenatan yang menjadi mimpi di setiap malam gelap yang tak pernah ku abaikan
Menghantui..
Menjangkiti, seperti epidemi masiv yang terulang dan terulang dalam kurun waktu sejarah yang tengadah menadah peradaban
Dan terus berlanjut meniti kisi-kisi naluri seakan menjadi abadi di hari-hari yang semakin terpolarisasi.
Nyata lah, semua elegi memang tampak akan tampak abadi di dunia yang tak akan pernah abadi
Hancur lah hati, hancur lah harga diri
Aku hanya akan menikmati setiap resonansi yang terus menggema berbalik dari riak-riak waktu yang terdistorsi spekatrum rindu yang berbias sendu
Menjadi nyata kala sunyi bernyayi romantis di kesadaran hati yang melankolis
Masih ada cawan penuh sayang di permukaan hidup yang terus mengapung, terbawa arus terbawa angin
Sebuah kenyataan yang harus disyukuri nurani
Bukan salah bukan pula sebuah dosa..
Lukisan hidup ini hanya akan menjadi masterpiece
Hanya akan tetap indah dinikmati dengan hati yang termotivasi.
SOCIALIZE IT →