Hari itu Senin (hari dan tanggal lupa, untung saja tahunnya ga lupa, 2010 :p), setiap orang di sekitarku menggerutu menanggapi pagi yang cerah itu. Meraka bangun dengan malas, mengernyitkan mata perih yang memerah bekas bergadang semalam, melangkah gontai ke kamar mandi, dan kemudian sibuk mempersiapkan rutinitas pagi di awal minggu yang sepertinya akan menguras energi. Tapi aku hanya menjadi pusat dari garis edar meraka dan menyaksikan kasak-kusuk pagi itu dengan senyuman tawar. Sesekali aku meneriakkan hal-hal yang perlu mereka ingat, hingga akhirnya meraka hilang dari pemandangan pagi yang mulai bergeser terang. Namun, cahaya temaram pagi itu ternyata tak benar-benar pergi, bertahan hingga siang dengan mendung yang bergayut manja di cakrawala. Matahari tak terlihat angkuh, malu-malu menampakkan diri di balik awan kelabu. Karenanya, hari tak seterik biasanya, apalagi untuk suasana perkotaan sebesar Jakarta yang memang sudah sumpek, berpolusi, dan selalu terasa panas di siang hari. Dan, aku menanggapi hari itu dengan malas. Santai karena rutinitasku memang tak seserius nyanyian alam melepas gemuruh, dan tidak seperti ketegangan balada politik negeri ini yang semakin menggelikan menggugah nurani menggelitik emosi. Jadi aku hanya menikmati hari dengan buaian santai keprihatinan dan belaian halus keragu-raguan. Ada begitu banyak hal yang harus ku khawatirkan, namun begitu sedikit hal yang bisa segera ku lakukan. There's always an excuse for everything, right? So like I use to, I'd like to enjoy my self that day, by watching movies...
Adegan dibuka dengan Henry DeTamble (Eric Bana) kecil sedang bernyanyi bahagia bersama ibunya yang sedang mengendarai mobil di malam Natal, malam ketika Ibunya meninggal di depan matanya, dan kali pertama ketika ia melakukan time travel yang membuat ia selamat dari kecelakaan itu. Seperti halnya juga ibu Henry dalam film, aku pun terheran ketika melihat tubuh Henry perlahan menghilang dari pandangan seseaat sebelum kecelakaan tersebut terjadi. Efek visual yang ciamik memang. Ya, Henry adalah penjelajah waktu, meskipun tidak karena pilihan. Sebuah mutasi genetik (chrono-displacement disorder) menyebabkan dia secara spontan melakukan perjalanan melalui waktu, menghilang dari pandangan, meninggalkan pakaian, harta benda, dan tiba telanjang di tempat dan waktu yang berbeda. Dia tak bisa mengendalikan perpindahannya sesuai keinginan, itu terjadi tiba-tiba dan begitu saja. Henry sering harus melakukan kejahatan kecil untuk mendapatkan makanan dan pakaian setiap kali ia melakukan perjalanan, dan harus lari dari orang-orang, preman, atau bahkan polisi. Secara umum ini bisa dianggap sebuah kutukan, karena ia sering menghilang pada saat-saat yang sangat ia ingin jalani. Sampai akhirnya ia bertemu dengan Claire Abshire (Rachel McAdams) yang merubah hidupnya. Ia jatuh cinta, namun 'kelainannya' membuat cinta mereka dipertaruhkan. Tapi ternyata Claire sudah sangat mengnal Henry karena ia sering bertemu dengannya sejak masa kecil hingga usia 18 tahun, dan sudah siap dengan resiko. Selanjutnya, masalah demi masalah menguji kekuatan cinta mereka yang unik.
Director: Robert Schwentke
Producers: Brad Pitt
Based on a novel by Audrey Niffenegger
Satu film yang sangat menyentuh yang ku saksikan siang itu adalah The Time Traveler's Wife produksi New Line Cinema. Film ini berhasil membuatku terpana, bertanya-tanya dan merinding dengan keeksentrikannya yang romantis. Yang unik dari film ini adalah, tema cinta abadi yang sudah umum dalam perfilman Hollywod dipadukan dengan ide fiksi time travel (perjanan menjelajah waktu). Namun, time travel dalam film ini diilustrasikan dalam nuansa yang berbeda, yakni sebagai kelainan genetik bukan sebuah rekayasa tekhnologi dengan mesin-mesin super canggih seperti di The Time Mechine (2002) atau trilogi Back To The Future (1985) karya Robert Zemeckis. Tapi justru 'bumbu' inilah yang membuat film ini menarik, dimana cinta bahkan bisa menjadi sangat unik dan menyentuh ketika dipadukan dengan aspek imaginer sci-fi. Dan film ini mengilustrasikan bahwa ketika cinta dihadapkan pada pilihan yang ekstrim sekali pun, cinta itu bisa menjadi sempurna karena cinta itu universal. Cinta itu sempurna karena hati bukan karena waktu atau keadaan.
Adegan dibuka dengan Henry DeTamble (Eric Bana) kecil sedang bernyanyi bahagia bersama ibunya yang sedang mengendarai mobil di malam Natal, malam ketika Ibunya meninggal di depan matanya, dan kali pertama ketika ia melakukan time travel yang membuat ia selamat dari kecelakaan itu. Seperti halnya juga ibu Henry dalam film, aku pun terheran ketika melihat tubuh Henry perlahan menghilang dari pandangan seseaat sebelum kecelakaan tersebut terjadi. Efek visual yang ciamik memang. Ya, Henry adalah penjelajah waktu, meskipun tidak karena pilihan. Sebuah mutasi genetik (chrono-displacement disorder) menyebabkan dia secara spontan melakukan perjalanan melalui waktu, menghilang dari pandangan, meninggalkan pakaian, harta benda, dan tiba telanjang di tempat dan waktu yang berbeda. Dia tak bisa mengendalikan perpindahannya sesuai keinginan, itu terjadi tiba-tiba dan begitu saja. Henry sering harus melakukan kejahatan kecil untuk mendapatkan makanan dan pakaian setiap kali ia melakukan perjalanan, dan harus lari dari orang-orang, preman, atau bahkan polisi. Secara umum ini bisa dianggap sebuah kutukan, karena ia sering menghilang pada saat-saat yang sangat ia ingin jalani. Sampai akhirnya ia bertemu dengan Claire Abshire (Rachel McAdams) yang merubah hidupnya. Ia jatuh cinta, namun 'kelainannya' membuat cinta mereka dipertaruhkan. Tapi ternyata Claire sudah sangat mengnal Henry karena ia sering bertemu dengannya sejak masa kecil hingga usia 18 tahun, dan sudah siap dengan resiko. Selanjutnya, masalah demi masalah menguji kekuatan cinta mereka yang unik.
Itulah sinopsis dari film yang diadaptasi dari novel karya Audrey Niffenegger dengan judul yang sama, The Time Traveler's Wife. Meski terkesan fiksi-ilmiah namun film ini jauh dari eksplorasi fiksi-ilmiah tentang kuantum ruang-waktu atau bahkan wormhole yang masih ambigu. Film ini mengulas kisah cinta yang tulus dari dua orang yang harus hidup dengan 'kutukan' sebagai bagian dari kehidupan mereka. Henry mengalami gangguan genetik yang ia sebut chrono-displacement disorder, yang membuat ia akan selalu tiba-tiba tersedot melintasi ruang dan waktu (terutama ketika dia stres). Dia tidak bisa mengontrolnya, dan sepertinya tidak menikmati keadaan itu. Tapi dia belajar bagaimana untuk menanganinya, terlebih setelah ia menikahi Claire. Walau pun Henry terus meninggalkan istrinya, muncul telanjang di suatu tempat yang tak terduga, dan harus mencari cara untuk bertahan menyesuaikan diri dengan keanehan yang harus dilaluinya seumur hidup. Apakah terdengar sci-fi bagi Anda? Aku lebih mengganggap ide cerita film ini lebih mengangkat sensasi emosional dari keadaan Henry yang anomali ini. Bagaimana kemampuan time travel ini membentuk pribadi dan mempengaruhi kehidupan sosial Henry.
Jujur, aku memang sangat menyukai film bergenre sci-fi, tapi aku tahu The Time Travel's Wife bukan 'murni' sci-fi. Menurut pendapatku perjalanan waktu hanya sebuah elemen yang diimbuhkan sebagai latar belakang cerita. Menjadikan kisah cinta di film ini sesuatu yang baru dalam tema yang sudah umum, cinta. Dan menjadikan film ini lebih dramatis atau bahkan mungkin tragis. Saya yakin penonton jauh lebih terpukau oleh hubungan asmara antara Henry dan Clare, dan mengangap perjalanan waktu yang dilakukan Henry sebagai keunikan yang membuat alur cerita menjadi keseruan yang menelurkan rasa penasaran. Tapi tak bisa dipungkiri, elemen time travel ini lah yang membuat film ini menarik, lain dari yang lain. Walau pun kisah senada pernah dituturkan di film The Lake House (2006), namun di film ini kisahnya dibalut jauh lebih menggetarkan dan pastinya romantis. Hal yang absurb seperti kemungkinnan adanya penyakit genetik yang bisa menyebabkan seseorang melakukan perjalanan waktu terabaikan. Elemen sci-fi ini menjadi pemanis yang membuat cinta Henry dan Claire tragis sekaligus romantis. Bukankah kemungkinan bahwa dua orang yang saling mencintai kemudian terpisahkan oleh hal yang tak dapat dihindari menjadi elemen yang selalu berhasil membuat penonton terharu sejak zaman Romeo dan Juliatte-nya Shakespeares? Atau dalam kisah-kisah klasik daratan Mesopotamia jauh sebelum itu?
Rasanya film ini tampak logis walau pun tidak reliable, sebuah kisah cinta yang dijalani oleh karakter yang realistis. Bahkan dengan elemen time travel yang tidak mungkin terjadi pada kehidupan nyata membuat cerita ini tetap manis dan sangat dekat dengan realita. Henry dan Claire adalah orang yang bisa saja seperti kita, yang bersosialisasi mencari cinta, penuh ketakutan, dan pastinya memiliki kekurangan. Setiap orang memiliki kesulitan yang harus dihadapi dalam hidupnya, itulah yang membuat setiap orang unik dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Keunikan itu digambarkan pada diri Henry yang memiliki kelainan bisa menjelajah waktu (dianggap kekurangan karena ia sangat ingin bisa terlepas dari keadaan itu). Seperti halnya setiap keadaan yang tak dinginkan setiap orang, kelainan Henry pun memiliki kelebihan dan kekurangan. Keadaan ini membangun karakter Henry yang penyendiri, merasa aneh, takut dengan masa depan yang walaupun ia bisa menjelajahi waktu tapi tak bisa ia ketahui, dan sifat introvert yang tumbuh dalam kepribadiannya. Rasa bersalah dan kerinduan terhadap ibunya (ia sudah ratusan kali mencoba mencegah kecelakaan tersebut yang membuat ia menyaksikan kematiaan ibunya setiap kali ia berusaha merubah masa lalu), dan hubungannya dengan sang ayah menjadi renggang. Rasanya elemen perjalanan waktu ini merupakan metafora dari sifat denial (penyangkalan) manusia. Setiap orang selalu merasa tak bisa menerima kenyataan ketika keadaan sulit menimpa kita, ketika kita kecewa. Ini psikologi manusia. Sifat dimana manusia ingin berada dimana saja asal tidak mengalami keadaan buruk yang mengecewakan. Ingin berada di masa lalu untuk kembali mengubah hal-hal yang kita sesali. Tapi, pada kenyataannya tak ada yang salah dengan kesulitan. Karena kesulitan membuat manusia lebih kuat, elemen of survival. Selalu ada hikmah dari setiap masalah yang membuat kita resah. Selalu ada kesempatan untuk bahagia, tak peduli seberapa berat pun hidup mendera kita dengan kesulitan. Dan Henry pun mendapat kesempatan itu ketika Claire membuatnya merasa tak sendiri lagi. Ia bertransformasi.
Rasanya film ini tampak logis walau pun tidak reliable, sebuah kisah cinta yang dijalani oleh karakter yang realistis. Bahkan dengan elemen time travel yang tidak mungkin terjadi pada kehidupan nyata membuat cerita ini tetap manis dan sangat dekat dengan realita. Henry dan Claire adalah orang yang bisa saja seperti kita, yang bersosialisasi mencari cinta, penuh ketakutan, dan pastinya memiliki kekurangan. Setiap orang memiliki kesulitan yang harus dihadapi dalam hidupnya, itulah yang membuat setiap orang unik dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Keunikan itu digambarkan pada diri Henry yang memiliki kelainan bisa menjelajah waktu (dianggap kekurangan karena ia sangat ingin bisa terlepas dari keadaan itu). Seperti halnya setiap keadaan yang tak dinginkan setiap orang, kelainan Henry pun memiliki kelebihan dan kekurangan. Keadaan ini membangun karakter Henry yang penyendiri, merasa aneh, takut dengan masa depan yang walaupun ia bisa menjelajahi waktu tapi tak bisa ia ketahui, dan sifat introvert yang tumbuh dalam kepribadiannya. Rasa bersalah dan kerinduan terhadap ibunya (ia sudah ratusan kali mencoba mencegah kecelakaan tersebut yang membuat ia menyaksikan kematiaan ibunya setiap kali ia berusaha merubah masa lalu), dan hubungannya dengan sang ayah menjadi renggang. Rasanya elemen perjalanan waktu ini merupakan metafora dari sifat denial (penyangkalan) manusia. Setiap orang selalu merasa tak bisa menerima kenyataan ketika keadaan sulit menimpa kita, ketika kita kecewa. Ini psikologi manusia. Sifat dimana manusia ingin berada dimana saja asal tidak mengalami keadaan buruk yang mengecewakan. Ingin berada di masa lalu untuk kembali mengubah hal-hal yang kita sesali. Tapi, pada kenyataannya tak ada yang salah dengan kesulitan. Karena kesulitan membuat manusia lebih kuat, elemen of survival. Selalu ada hikmah dari setiap masalah yang membuat kita resah. Selalu ada kesempatan untuk bahagia, tak peduli seberapa berat pun hidup mendera kita dengan kesulitan. Dan Henry pun mendapat kesempatan itu ketika Claire membuatnya merasa tak sendiri lagi. Ia bertransformasi.
Sejatinya, The Time Travel's Wife adalah sebuah fiksi yang menghibur dan menggugah emosi. Dan seperti halnya cerita, selalu ada pesan moral yang bisa dijadikan referensi untuk kehidupan nyata. Setidaknya kita bisa belajar memahami bahwa kemampuan time travel yang pasti sangat diinginkan setiap orang pun bisa menjadi bumerang yang menghambat kebahagiaan. Pilihan membuat kita mempertaruhkan masa depan. Seberapa pasti pun masa depan kita ketahui, kita tetap harus memilih hidup seperti apa yang kita inginkan. Hidup ini memang selalu jadi misteri. Karena itulah, kita harus menjalaninya dengan rasa keingintahuan yang membuat kita bersemangat. Itulah pilihan yang membuat kita akan tetap menikmati hidup walau keadaan bisa membuat kita memandang hidup dengan sikap pesimis. Cinta da kasih sayang selalu bisa menjadi penentu arah. Sebagai elemen hidup yang membuat hidup menjadi lebih bergairah, mengangkat kita dari keterpurukan dan optimis. Dengan kata lain, film ini mengingatkan kita pada esensi cinta. Mengingatkan kita bahwa seberapa sering pun kita pergi dari kehidupan orang yang kita sayang, pastikan satu hal, bahwa kita akan selalu tahu jalan pulang. Hal itu yang akan membuat kita diingatkan dan bisa dekat dengan cinta, bahkan hingga kita benar-benar harus pergi dan tak bisa kembali...
Apa pun adanya, kebahagiaan selalu dekat dengan cinta dan kasih sayang. Saling pengertian dan ketulusan adalah kuncinya. Seperti kesepahaman yang ditunjukkan Henry dan Claire. Seperti ungkapan Henry yang ditulisnya untuk menyatakan cintanya pada Claire:
Clare, I want to tell you, again, I love you. Our love has been the thread through the labyrinth, the net under the high-wire walker, the only real thing in this strange life of mine that I could ever trust. Tonight I feel that my love for you has more density in this world than I do, myself: as though it could linger on after me and surround you, keep you, hold you.Ahh, romantisnya. Sungguh mengharukan...
(Dedicated to my love @remonameiza. Love is a time traveler...)
Sources: IMDb, reviewsofbooks.com
SOCIALIZE IT →