Standar itu terlalu berat. Imajinasi itu terlalu sarat. Harapan itu terlalu maklumat.
Kau bukan pasir diantara jemariku yang berlendir. Bukan kerikil dijalanku yang tampak tak berhasil. Bukan bebatuan ditanah tandus tak terurus. Kau hanyalah asmara yang tak mampu ku cinta.
Dengarlah cinta..
Aku akan logis bercerita. Kita tak lagi sempurna merasa. Bahwa hati adalah raga yang tak bisa diraba. Kebersamaan kita tak lagi sama. Keinginan kita bukan seumpama. Aku telah melantunkan mari bercinta. Kau menjadikan duniaku sempurna. Tapi kesia-siaan jadi makin meraja. Dan kita mulai saling mencela.
Percayalah, di hatiku ada cinta. Tapi ini bukan pilihan yang nyata. Terlalu riskan menjalani cinta pada masa dan jarak yang menyiksa. Kita tak akan benar-benar bahagia. Salah satu di antara kita akan merana. Terlena dalam nestapa tak berguna. Dan cinta tak akan mampu mengobatinya.
Aku ingin kepastian untukmu. Kebahagian menjadi milikmu. Tak pernah ingin melihatmu menjadi biru. Seperti gadis lugu berpisau randu.
Kau bukan korban. Kau adalah pujaan. Dan kejujuranku yang pahit adalah teguran. Doaku akan selalu sebesar harapan. Ku mohon, jangan pernah menjadi gadis kecil dengan kedua tangan menggenggam pisau keputusasaan.
SOCIALIZE IT →