
Jaring-jaring waktu mengikatku dengan kuat, dan menghempaskan ku pada kenyataan yang terkadang mengagetkan setiap kali aku tersadar. Tubuhku terjerat tak bergerak dengan bekas membiru di setiap tempat dimana temali takdir mencengram kuat. Dan aku kembali terhenyak di satu masa yang menjauhkan aku dari kenangan. Walau di ujung bumi sana masih terlihat jelas bayangan indah masa lalu dari tempat dimana aku terhempas dengan posisi terduduk. Dan aku berkaca-kaca hanya bisa berdoa, semoga suatu saat aku bisa menjejaki bayangan biru yang jauh itu dengan menyandang buntelan kebanggaan.
Marhaban ya Ramadhan...
Umat muslim akan menjalankan puasa selama sebulan penuh dengan berbagai rutinitas keagamaan yang akan semakin meningkat karena bulan suci ini menjanjikan begitu banyak kebaikan dan kemenangan, bahkan surga yang abadi. Tak terasa setahun lebih sudah aku jauh dari rumah untuk pertama kalinya. Ini kali kedua ku melewati bulan puasa di negeri orang tanpa keluarga dan orang-orang terkasih. Tahun kemarin rasanya memang agak berat karena itu pertama kalinya ku menjalani keistimewaan bulan Ramadhan, yang merupakan salah satu instrumen budaya religi untuk menyatukan keluarga, tanpa keakraban dan sajian-sajian menggiurkan yang biasa ada di bulan puasa. Dan tahun ini, kembali kesendirian menghinggapiku kala termenung membayangkan keindahan kenangan yang pernah ada selama aku menjalani bulan puasa bersama keluarga di tanah kelahiran tercinta. Semua itu tak akan ada lagi tahun ini. Tak ada berbuka puasa bareng keluarga dengan hidangan-hidangan khas yang menggiurkan seperti onde onde, kolak pisang, roti santan, jangung manis tabur kelapa, lamang, dan sebagainya. Tak ada lagi shalat magrib berjamaah bersama di ruang keluarga sebelum makan malam bersama dengan hidangan menggugah selera; randang, samabalado teri, anyang situka, gulai sampadeh patin, atau hidangan lainnya bikinan ibunda tercinta.Tak ada lagi pergi taraweh bersama dengan teman-teman, cerita-cerita menarik seputar kebiasaan di bulan puasa, dan percikan cinta asmara taraweh di sepepanjang bulan Ramadhan. Sungguh aku meridukan semua kenangan itu. Kenangan biasa yang sekarang terasa manis bagai hidangan berbuka yang disunnahkan.
Ada masa-masa di mana bulan puasa merupakan titik balik dari semua kemegahan hidup. Selama hampir setahun bergelimang kesalahan, di bulan inilah masa dimana setiap orang saling mengumbar kebaikan. Entah tulus atau tidak, yang pasti semua tampak berlomba-lomba menunjukkan kualitas iman di bulan penuh berkah ini. Termasuk aku. Aku hanya akan berusaha menjadikan bulan ini sebagai moment untuk memperbaiki kualitas iman ku yang masih jauh mendekati sempurna. Selalu ada kenakalan religi yang mengurangi kekuatanku untuk mampu menggapai cinta Allah SWT secara sempurna. Sholat masih sering terlupakan, puasa masih sering bolong-bolong, bersedekah masih belum dengan kadar keikhlasan yang sempurna, membaca Qur'an masih bisa dihitung jari, dan aku masih berusaha menyempurnakan ibadah dengan kekhusyukkan yang mengharukan. Masih teringat pesan orang tua ku bahwa apa pun yang terjadi jangan tinggalkan shalat, karena hanya itulah jembatan antara kekerasan hidup dengan kedamaian, ridho-Nya. Tapi aku masih belum bisa mewujudkan pesan itu menjadi prioritas. Aku masih lalai, aku masih belum mendekati jalan Allah SWT yang menjanjikan. Aku masih bergelimang dosa dan kesalahan. Semoga Ramadhan tahun ini aku bisa menjadi orang yang lebih baik dengan iman yang pantas dibanggakan kepada para malaikat dan membuat iri para iblis.
Akan terasa berat memang, menghabiskan fase-fase bulan penuh kebaikan ini dalam kemandirian. Aku hanya akan memiliki diriku sendiri. Tak ada yang akan membangunkanku saat sahur dengan hidangan menggiurkan sudah tersedia di meja makan. Tak ada yang akan mengingatkanku untuk jangan tidur dulu sebelum sholat subuh. Tak ada yang akan mengingatkanku jangan terlalu banyak tidur kalau sedang berpuasa. Tak ada yang akan membikinkan minuman manis segar untuk berbuka puasa. Atau tak akan ada yang memnyuguhkan aku cinta dan perhatian ketika keseharian diharuskan untuk selalu berbuat kebaikan, karena pahalanya akan dilipatgandakan. Aku hanya terpaku memperhatikan keadaan yang masih baru ini, semua kebiasaan akan berubah dan harus dibiasakan. Mungkin aku akan kesepian atau mungkin akan tersungkur letih dalam kesendirian. Tapi aku harus kuat dalam niat dan ikhtiar, karena itulah satu-satunya cara agar aku lena dari penderitaan jiwa. Agar aku bisa berjalan dengan mantap memantap ujung jalan yang ku tuju. Agar suatu saat aku bisa kembali dan berbagi cerita dengan orang-orang tercinta dengan penuh suka cita.
Sekarang... Semuanya terasa sepi, tak ada lagi kemegahan kebersamaan yang membahagiakan. Aku hanya akan menjalani rutinitas keseharian yang biasa tanpa harapan-harapan sederhana yang dulu menjadikan setiap hari di bulan puasa bagaikan sebuah petualangan kecil yang mendebarkan. Aku hanya akan terpaku dalam hari-hari yang tak lagi berseri. Beban hidup, fluktuasi emosi yang terlalu riskan, sidiran kesendirian yang menyebalkan, harapan yang tak menyemangati, tanpa kehadiran teman yang mumpuni, dan rindu rumah (apalagi nanti pas Lebaran). Akan berat sekali rasanya melewati keseharian ini jika aku tak mampu menguasai keputusasaanku. Tapi, aku akan hidup. Aku akan menjalani semua ini dengan ikhlas. Aku akan menghadapi proses ini hingga penantian ku menjadi sebuah pengambaraan yang terukir di benak setiap orang yang pernah mengenalku. Dan aku akan kembali dengan senyum penuh makna kepada orang-orang yang pernah ku tinggalkan. Aku akan bahagia dengan tujuanku. Harapanlah yang akan mejadi jembatan untuk aku bisa menyeberang kembali pada kerinduan nyata yang ku idam-idamkan. Keluarga dan para sahabat, untuk akhirnya bersatu kembali dengan cinta.
Dari tiada menjadi ada, dari biasa menjadi luar biasa.
Begitulah arti hadirmu ketika jejak kakimu meninggalkan tanda di hatiku.
Kita berbagi bahagia dalam tawa dan canda.
Kita curahkan air mata dalam lara dan haru yang simpatik.
Dan kita berikan semua yang mungkin bisa untuk tetap saling manjaga.
Hati kita bukan batu.
Kalbu kita bukan tandu.
Dan kita hanyalah sosok dengan topeng kesepahaman.
Ada kalanya kita berujar dengan bayangan kata yang menyakitkan.
Tak selamanya kita merangkul dengan cara yang membuat nyaman.
Salah beriring khilaf membayangi setiap pergerakan kita dalam kebersamaan yang membuat lena.
Karena kita adalah manusia yang jauh dari sempurna.
Engakau adalah sahabat, tempat curhat dan berpendapat.
Tempat kesalahan menoreh di hati yang mungkin tak berniat.
Di mana kebersamaan menjadi getir ketika khilaf yang menjadikan masa sedikit berduka.
Tapi kita akan tetap terjaga di sudut dunia yang sama.
Hidup adalah petualangan.
Bersamu mu telah ku jalani banyak kisah dan cerita.
Yang akan menjadi kenangan dan tak bisa didera sang waktu.
Dan bersama mu aku bangga.
Menjadikan hidup jauh lebih bermakna, diantara kegeriran dan kekhawatiran.
Menjadikan kegagalan sebagai pengajaran.
Serta menciptakan kebahagian dalam kesendirianku menganang masa silam.
Kita telah berbangga menjadi bagian dari takdir yang nyata.
Yang membuat kita berbeda tapi tetap sempurna.
Dan kita akan kembali bercerita untuk terakhir kalinya.
Di suatu masa selamanya.
Marhaban ya Ramadhan... Selamat menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan 1431H
Mohgon maaf lahir bathin untuk setiap kesalahan yang mungkin tercipta selama ini.
With all of my heart....
Mohon maaf lahir bathin setulus-tulusnya untuk setiap jiwa yang pernah ku singgahi dan berjalan bersama dalam kesempatan-kesemapatan yang berbeda. Tak peduli seberapa kuat aku ingin jauh dari melakukan kesalahan tetap telah tercipta bintik-bintik luka yang tertoreh dari kisah kita. Maafkan aku, jiwa dan raga... Selamat berpuasa. :)
BalasHapus