Aduh! Aku terjerembab sedih. Meringis pedih dan penuh murka, aku menjerit kesal pada kebodohan tak beralasan. Aku tak menyadari apakah kebaikan hati atau kepasrahan naif kah yang menuntun ku kembali ke jalan penuh kepura-puraan ini? Yang pasti aku tertipu ketulusan palsu jiwa-jiwa munafik bertopeng kebaikan yang setia. Tapi apa?! Lihat, aku tergeletak di dasar lubang kekecewaan yang dulu pernah ku jatuhi. Lubang kentara yg pernah ku tandai dengan janji bertekad yang luruh bersama ekspektasi masif dan luluh berbaur sekuntum maklum. Namun, kembali ku terkapar nanar dgn luka memar yg sama.
Aku menyesal...
Astaga! Sakitnya pun tak lagi sama, ini jauh lebih perih dari sakit gigi (dasar Meggy Z pembohong!). Dan jelas ini lebih ngilu dari sayatan sembilu. Ada beragam rona sensasi negatif mengaliri relung hati ku, membuatku terpuruk dalam aura melankolis yg semakin memburuk. Aku mencela, serapah, dan mengutuk. Merasa ini tidak adil! Aku terpedaya ujaran manis jiwa-jiwa berparas ramah yang terasa akrab. Wajah-wajah yang dulu ku jabani penuh ikhlas tapi tlah terukir waktu menjadi raut setan durjana. Sekarang, tanduk-tanduk keangkuhan melengkung ganas di tempat dimana seharusnya kebijaksanaan bernaung. Dan buntut panjang menjijikkan dengan ujung lancip dan tajam mengibas-ngibas ganas mengancam itikad perkawanan.
Aku menyesal...
I was invited, then I was humiliated, thus Im disappointed. Damn!
Sungguh aku tak menyangka akan akhir yang sama. Kembali terpedaya, terluka, dan marah. Dan disayangkan aku hanya bisa menghela dada, sambil sesekali meludah muak pada apa yang ku rasa. Bisikan-bisikan berani menuntut ku untuk mendendam. Tapi nurani mengingatkan ku untuk berhenti menyikasa hati ku sendiri. Bingung sesaat. Tercenung di antara kicauan burung dan senandung mendung awan lembayung. Aku hanya akan ikhlas, ku putuskan. Tak lagi akan ku kotori hati dengan persepsi yang menuntut dan asumsi yang merajuk. Biarkan pergi dan aku tak akan kembali. Selamat berbahagia dengan kekecewaan berdikari.
Aku benar-benar sangat menyesal...
PS: Sebuah "sindiran pedas" untuk seorang teman yang telah dengan tidak bijasana menyakiti hatiku, menipu dengan rapi dan kemudian tertawa mencela. Malikat berhati keparat. Aku hanya akan malu sendiri bercarut-marut di keramaian hari. Jadi lah ini pelarian dari kekejaman jiwa-jiwa yang dak berhati...
Ya Allah, maafkan kekeliruan mereka dan tunjukkan mereka jalan yang benar (jalan yang Engakau ridhoi).
Aku menyesal...
Astaga! Sakitnya pun tak lagi sama, ini jauh lebih perih dari sakit gigi (dasar Meggy Z pembohong!). Dan jelas ini lebih ngilu dari sayatan sembilu. Ada beragam rona sensasi negatif mengaliri relung hati ku, membuatku terpuruk dalam aura melankolis yg semakin memburuk. Aku mencela, serapah, dan mengutuk. Merasa ini tidak adil! Aku terpedaya ujaran manis jiwa-jiwa berparas ramah yang terasa akrab. Wajah-wajah yang dulu ku jabani penuh ikhlas tapi tlah terukir waktu menjadi raut setan durjana. Sekarang, tanduk-tanduk keangkuhan melengkung ganas di tempat dimana seharusnya kebijaksanaan bernaung. Dan buntut panjang menjijikkan dengan ujung lancip dan tajam mengibas-ngibas ganas mengancam itikad perkawanan.
Aku menyesal...
I was invited, then I was humiliated, thus Im disappointed. Damn!
Sungguh aku tak menyangka akan akhir yang sama. Kembali terpedaya, terluka, dan marah. Dan disayangkan aku hanya bisa menghela dada, sambil sesekali meludah muak pada apa yang ku rasa. Bisikan-bisikan berani menuntut ku untuk mendendam. Tapi nurani mengingatkan ku untuk berhenti menyikasa hati ku sendiri. Bingung sesaat. Tercenung di antara kicauan burung dan senandung mendung awan lembayung. Aku hanya akan ikhlas, ku putuskan. Tak lagi akan ku kotori hati dengan persepsi yang menuntut dan asumsi yang merajuk. Biarkan pergi dan aku tak akan kembali. Selamat berbahagia dengan kekecewaan berdikari.
Aku benar-benar sangat menyesal...
Aku menyumpah dengan kata-kata serapah...
Akan kau temukan genangan darah di mejaku.
Sebuah pena yang patah, selembar puisi yang terkulai lemah tak berdaya.
Aku telah lelah
Kata yang kurangkai layu selalu kau abaikan bisu.
Satu pun tak kau baca hingga sia-sia ku berkata-kata
Mungkin dengan tinta darah, puisi yang ku tulis dengan pena patah bisa kau pahami.
Semoga, hingga kau tertunduk malu dalam sesal mengikat kalbu.
PS: Sebuah "sindiran pedas" untuk seorang teman yang telah dengan tidak bijasana menyakiti hatiku, menipu dengan rapi dan kemudian tertawa mencela. Malikat berhati keparat. Aku hanya akan malu sendiri bercarut-marut di keramaian hari. Jadi lah ini pelarian dari kekejaman jiwa-jiwa yang dak berhati...
Ya Allah, maafkan kekeliruan mereka dan tunjukkan mereka jalan yang benar (jalan yang Engakau ridhoi).
gw udah follow. Follow balik yah. Thanx Beni
BalasHapusAlita: Makasih ya udah main dan follow blog aku... It's a pleasure to know you, sweety :) Welcome aboard.
BalasHapus